BAHASA INDONESIA HAL 47-50 (Pil Pilu Pemilu)
Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas
satu huruf atau lebih. Sedangkan akronim, ialah singkatan yang berupa gabungan
huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret
kata yang diperlakukan sebagai kata. Akronim atau singkatan yang terdiri dari
dua atau tiga huruf disarankan sebaiknya tidak dijadikan judul artikel, kecuali
untuk kasus-kasus istimewa, karena akronim dan singkatan yang terdiri dari dua
atau tiga huruf dapat memiliki kepanjangan lebih dari satu dalam bahasa-bahasa
yang berbeda. Untuk pembentukan akronim, hendaknya memperhatikan syarat-syarat
sebagai berikut. Pertama, jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku
kata yang lazim pada kata Indonesia. Kedua, akronim dibentuk dengan
mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola
kata Indonesia yang lazim.
Pil Pilu Pemilu
Oleh: Zen Hae (Penyair dan Kritikus Sastra)
Oleh: Zen Hae (Penyair dan Kritikus Sastra)
No.
|
Struktur
|
Kalimat
|
1.
|
Pernyataan
Pendapat
|
Pemilihan
umum (pemilu) bukan hanya pesta demokrasi, tetapi juga pesta akronim (dan
singkatan). Menjelang dan saat pemilulah kita menyaksikan bangsa kita
memproduksi akronim secara besar-besaran. Pemilu itu adalah sebuah akronim,
begitu juga tahapan dan perangkatnya: pemilukada atau pilkada, pileg,
pilpres, pilwalkot, luber jurdil, parpol, bawaslu/panwaslu, balon, dapil,
caleg, capres/cawapres, pantarlih, dan seterusnya.
|
2.
|
Argumentasi
|
Begitulah,
pangkal soal utama akronim dalam hasrat akan keringkasan dalam berkomunikasi.
Kita menggunakan akronim sebagai salah satu jalan keluar agar kalimat yang
kita ungkapkan terasa ringkas, mudah diucapkan dan diingat oleh lawan bicara
kita, bangsa yang beringatan pendek ini.
Sejatinya, akronim bukanlah kata. Ia hanya kata semu yang proses morfologisnya menimbulkan, setidaknya, tiga kecenderungan. Pertama, prinsip semau gue. Satuan terkecil akronim adalah huruf atau suku kata dari sejumlah kata yang dipadatkan. Namun, tidak ada kesepakatan dalam pemadatan itu. Huruf atau suku kata manakah dari sebuah kata yang mesti dicomot: yang pertama, yang tengah, yang akhir, atau kombinasi ketiganya. Apakah yang mesti dikutip adalah unsur kata dasar atau kata turunan. Semuanya boleh sepanjang akronim itu bisa “diperlakukan sebagai sebuah kata”, karena begitulah pengertian dasar akronim menurut Pedoman Ejaan yang Disempurnakan (2009). Akan tetapi, bagaimana kita bisa memperlakukan akronim sebagai sebuah kata, dengan cara yang wajar pula? Ambil contoh lain: “Sentra Gakkumdu” (Sentra Penegakan Hukum Terpadu). Meski menurut syarat pembentukan akronim ia tidak lebih dari tiga suku kata dan taat asas dengan mengambil suku kata terakhir setiap kata, “Gakkumdu” adalah “kata” yang aneh, baik bunyi maupun kombinasi vokal dan konsonannya. Kedua, pencomotan huruf atau suku kata itu menggiring kita ke dalam perangkap alusi bunyi. Sadar atau tidak, saat membuat akronim, kita membayangkan bunyi yang mirip dengan bunyi kata yang sudah ada, atau bahkan sama persis, sehingga kata yang sudah ada itu mengalami pengayaan makna. Misalnya, “pileg” (pemilu legislatif) beralusi bunyi dengan pilek; “caleg” (calon anggota legislatif) dengan calo, sementara “balon” (bakal calon) sebunyi dengan balon. Terakhir, sebaliknya, pembentukan akronim juga menghindari jebakan alusi bunyi. Sejak awal Orde Baru, “pemilihan umum” diakronimkan dengan “pemilu”, bukan “pilum” atau “pemilum” (jika mengacu ke pola “ketum”), tidak juga “pilu”, yang mencomot unsur kata dasar pilih dan umum. Jika pemilu diakronimkan dengan “pilu”, akan segera beralusi bunyi dengan kata pilu yang kita sudah tahu maknanya. Jika “pilu” yang digunakan, permainan makna akan menyasar ironi pemilu di masa itu: pemenangnya partai tertentu melulu. Sedangkan kini “pemilu” bisa juga dimaknai sebagai “menyebabkan pilu atau sakit hati” akibat munculnya pelbagai sengketa dan kecurangan pemilukada. Memang, dalam pembuatannya, akronim yang berpola kadang tidak menarik atau membingungkan, maka orang memilih yang melenceng tetapi menghasilkan kemerduan bunyi (misalnya “sisminbakum”) atau menyaran kepada harapan dan doa. Itulah mengapa Wiranto, capres dari Partai Hanura, menyingkat namanya menjadi “Win”, bukan “Wir”, karena dengan “Win” dia berharap akan meraih kemenangan di pilpres. Sedangkan dengan “Wir” terkesan peluangnya akan “terkiwir-kiwir" sebagaimana pernah dinyatakan seorang pengguna Twitter. |
3.
|
Pernyataan
Ulang Pendapat
|
Akhirulkalam,
bagaimana semestinya sikap kita terhadap akronim? Saya menerima akronim
sebagai sebentuk kreativitas dan permainan makna yang menyegarkan. Pada titik
tertentu, ia terasa mengotori bahasa Indonesia atau memperbingung penuturnya,
apalagi penutur asing. Agar mudah dipahami dalam berkomunikasi, syaratnya
sederhana: kita harus merumuskan kalimat sepadat dan sejernih mungkin—bukan
membuat akronim atau singkatan.
(Sumber: Majalah Tempo, 24 Februari—2 Maret 2014, halaman 78) |
1. Apa yang Anda ketahui tentang akronim? Akronim ialah
singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan
huruf dan suku kata dari deret kata yang di perlukan sebagai kata.
2. Apakah Anda setuju dengan pernyataan bahwa pemilihan umum bukan hanya pesta demokrasi, tetapi juga pesta akronim? Setuju karena pada saat pemilihan umum banyak sekali akronim yang digunakan seperti caleg, dapil, cagub, pileg, TPS, panwaslu, gastarlih, pilpres dan masih banyak yang lainnya.
3. Apakah Anda setuju dengan pernyataan bahwa penyebab utama pembuatan akronim adalah keinginan akan keringkasan dalam berkomunikasi? Setuju karena secara umum, akronim-akronim tersebut dibuat untuk mempersingkat jumlah kata agar menghemat waktu dalam pengucapan. Selain itu, sebagian akronim sengaja diplesetkan agar terkesan lucu, untuk menciptakan keakraban komunikasi sehari-hari.
4. Setujukah And bahwa akronim, pada titik tertentu, terasa mengotori bahasa Indonesia? Setuju karena saat ini, terdapat banyak akronim berkembang di masyarakat. Namun, tidak sedikit yang menerjang kaidah kebahasaaan. Pada salah satu media cetak ditemukan penulisan akronim markus (kasus Anggodo-Bank Century). Akronim markus yang berarti ‘makelar kasus’ tersebut membingungkan masyarakat umum karena kombinasi vokal dan konsonannya terkesan aneh. Kebanyakan masyarakat akan mengira bahwa markus adalah nama orang yang ditunjuk Anggodo dalam kasus Bank Century. Lalu, begitu dinamiskah bahasa sehingga seringkali dibuat seenaknya dan terkadang memunculkan makna baru yang belum tentu berterima di masyarakat.
5. Perhatikan akronim “KarSa” (Soekarwo-Saifullah Yusuf) dan “balon” (bakal calon). Kemukakanlah pendapat Anda tentang kedua akronim tersebut. Pada akronim KarSa suku kata yang diambil adalah pada bagian tengah (Su-kar-wo Sai-ful-lah Yu-suf), menyaran pada Karsa yang berarti daya (kekuatan) jiwa yang mendorong makhluk hidup untuk berkehendak. Pada akronim balon bagian yang diambil adalah bagian depan dan bagian belakang (ba-kal ca-lon). Menyaran pada kemerduan bunyi jika dibandingkan apabila menggunakan akronim baca (ba-kal ca-lon)
2. Apakah Anda setuju dengan pernyataan bahwa pemilihan umum bukan hanya pesta demokrasi, tetapi juga pesta akronim? Setuju karena pada saat pemilihan umum banyak sekali akronim yang digunakan seperti caleg, dapil, cagub, pileg, TPS, panwaslu, gastarlih, pilpres dan masih banyak yang lainnya.
3. Apakah Anda setuju dengan pernyataan bahwa penyebab utama pembuatan akronim adalah keinginan akan keringkasan dalam berkomunikasi? Setuju karena secara umum, akronim-akronim tersebut dibuat untuk mempersingkat jumlah kata agar menghemat waktu dalam pengucapan. Selain itu, sebagian akronim sengaja diplesetkan agar terkesan lucu, untuk menciptakan keakraban komunikasi sehari-hari.
4. Setujukah And bahwa akronim, pada titik tertentu, terasa mengotori bahasa Indonesia? Setuju karena saat ini, terdapat banyak akronim berkembang di masyarakat. Namun, tidak sedikit yang menerjang kaidah kebahasaaan. Pada salah satu media cetak ditemukan penulisan akronim markus (kasus Anggodo-Bank Century). Akronim markus yang berarti ‘makelar kasus’ tersebut membingungkan masyarakat umum karena kombinasi vokal dan konsonannya terkesan aneh. Kebanyakan masyarakat akan mengira bahwa markus adalah nama orang yang ditunjuk Anggodo dalam kasus Bank Century. Lalu, begitu dinamiskah bahasa sehingga seringkali dibuat seenaknya dan terkadang memunculkan makna baru yang belum tentu berterima di masyarakat.
5. Perhatikan akronim “KarSa” (Soekarwo-Saifullah Yusuf) dan “balon” (bakal calon). Kemukakanlah pendapat Anda tentang kedua akronim tersebut. Pada akronim KarSa suku kata yang diambil adalah pada bagian tengah (Su-kar-wo Sai-ful-lah Yu-suf), menyaran pada Karsa yang berarti daya (kekuatan) jiwa yang mendorong makhluk hidup untuk berkehendak. Pada akronim balon bagian yang diambil adalah bagian depan dan bagian belakang (ba-kal ca-lon). Menyaran pada kemerduan bunyi jika dibandingkan apabila menggunakan akronim baca (ba-kal ca-lon)
Perhatikan dengan saksama kutipan berikut ini. "Kita
menggunakan akronim sebagai salah satu jalan keluar agar kalimat yang kita
ungkapkan terasa ringkas, mudah diucapkan dan diingat oleh lawan bicara kita,
bangsa yang beringatan pendek ini" Menurut Anda, apa sebenarnya yang ingin
disampaikan penulis opini “Pil Pilu Pemilu” ini? Kata lain untuk ‘bangsa
pelupa’ adalah ‘bangsa pendek ingatan’. Ambiguitas pengertian serta merta
timbul dari ungkapan ‘bangsa pendek ingatan’, sebab kata-kata ini dapat
bernuansa negatif, sepadan dengan kelompok manusia yang bertindak emosional dan
tidak sanggup berpikir jauh ke depan. Atau, setelah bertindak baru mulai
berpikir, sehingga segala konsekuensi yang mengikutinya bukan lagi menjadi
tanggung jawab si penutur.
“Akronim bukanlah kata. Akronim hanyalah kata semu yang
proses morfologisnya menimbulkan prinsip semau gue”. Kemukakanlah pendapat Anda
tentang hal ini. Satuan terkecil akronim adalah huruf atau suku kata dari
sejumlah kata yang dipadatkan. Namun, tidak ada kesepakatan dalam pemadatan
itu. Huruf atau suku kata manakah dari sebuah kata yang mesti dicomot: yang
pertama, yang tengah, yang akhir, atau kombinasi ketiganya. Apakah yang mesti
dikutip adalah unsur kata dasar atau kata turunan. Pembuat akronim terkadang
hanya mementingkan kemerduan bunyi saja tanpa memperhatikan proses pembentukan
katanya.
Bagaimana Anda menyikapi akronim yang berkembang dalam bahasa
Indonesia? Bahasa merupakan ungkapan dan cerminan kehidupan budaya dalam
arti yang luas. Dapat juga dikatakan bahwa perubahan bahasa mencerminkan
perubahan budaya dalam berbagai segi. Bahasa memberikan gambaran orang yang
memakai bahasa itu. Akronim cenderung hanya dimengerti oleh kalangan
tertentu, akronim itu cenderung membingungkan, bahkan pembaca atau pendengar
bisa terkecoh atau tertipu.
Menurut Anda, apakah akronim dapat memperkaya atau malah
merusak bahasa Indonesia? Menurut saya akronim dapat merusak bahasa Indonesia.
Menyingkat-nyingkat tulisan memang mudah saja, tapi bahayanya adalah merusak bahasa.
Misalnya akronim murmer kepanjangannya yaitu murah meriah yang tujuannya tentu
saja untuk menarik perhatian pembaca/pelanggannya dalam rangka promosi. Menurut
saya tidak perlulah menambah, mengurangi, bahasa kita yang justru malah merusak
bahasa kita Indonesia. Bukankah cinta tanah air termasuk di dalamnya cinta
bahasa Indonesia? Hal ini yang perlu kita tanamkan kembali pada
generasi-generasi muda Indonesia untuk lebih cerdas dengan berbahasa yang baik.
Carilah berbagai akronim yang telah berkembang dalam bahasa Indonesia. Buatlah contoh kalimat yang mengandung akronim tersebut.
No.
|
Akronim
|
Kepanjangan
|
Contoh dalam Kalimat
|
1.
|
Puskesmas
|
Pusat
kesehatan masyarakat
|
Puskesmas
adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan disatu atau sebagian wilayah
kecamatan.
|
2.
|
Tilang
|
Bukti
Pelanggarang
|
Kalau anda
ingin menghadiri sidang, datanglah sesuai tanggal sidang yang tertera di
surat tilang ke PN yg ditunjuk.
|
3.
|
Rudal
|
Peluru
kendali
|
Sebelum
tahun 2012, boleh dibilang lini sista rudal udara ke udara yang dimiliki TNI
AU cukupinferior bila dibandingkan AU Singapura dan AU Malaysia.
|
4.
|
Pemkot
|
Pemerintah
Kota
|
Menjelang
Lebaran, tim gabungan Pemkot Malang mengadakan inspeksi mendadak makanan dan
minuman di sejumlah toko dan swalayan
|
5.
|
Gepeng
|
Gelandangan
dan pengemis
|
Dua gepeng
yang biasa mangkal di Simpang Siti Hajar Jalan Jamin Ginting Medan, berlari
kencang saat Satuan Polisi Pamong Praja hendak menangkap mereka.
|
6.
|
Siskamling
|
Sistem
keamanan lingkungan
|
Dalam
pelaksanaan kegiatan ataupun aktivitas siskamling, dilakukan dengan ronda.
Ronda adalah berjalan berkeliling (patroli) untuk menjaga keamanan di kampung
/ desa setempat baik dengan jalan kaki ataupun menggunakan kendaraan bermotor.
|
7.
|
Posyandu
|
Pos
pelayanan terpadu
|
Menurut
Effendy (1998), Posyandu merupakan forum komunikasi, alih teknologi dan
pelayanan kesehatan masyarakat, dari oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai
nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini.
|
8.
|
Toga
|
Tanaman
Obat keluarGA
|
Pemanfaatan
TOGA yang digunakan untuk pengobatan gangguan kesehatan keluarga menurut
gejala umum adalah: Demam panas, Batuk, Sakit perut, dan Gatal-gatal.
|
9.
|
Sinetron
|
sinema
elektronik
|
RCTI
kembali mendobrak dunia persinetronan tanah air dengan mengeluarkan salah
satu sinetron yang bergenre remaja, cinta dan sedikit keren berbau jalanan
dimana para pemainya sekelas aktor Ganteng Stefean William dalam sinetron ini
mengendari motor Sport dengan para ganknya.
|
10.
|
Curanmor
|
Pencurian
kendaraan bermotor
|
Kapolsek
Serpong Kompol Heribetrus Ompusunggu memperlihatkan tersangka dan barang
bukti curanmor saat di Mapolsek Serpong,
|
Komentar
Posting Komentar